Membincang sekularisme, tidak hanya akan dihadapkan pada fenomena semakin masifnya proses desakralisasi, reduksionisasi, dan relativisasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia modern. Manusia modern semakin teralienasi dari spiritualitas sehingga merindukan kembalinya aspek metafisika dalam kehidupan mereka.
Menurut Dr. Anis Malik Thoha, fenomena ini membuktikan, bahwa “sistem keyakinan” yang secara umum disebut “agama”, apapun wujud dan bentuknya, adalah fenomena yang senantiasa hadir di tengah manusia. Berbagai ramuan “agama” ini kemudian bermunculan, salah satunya dalam bentuk The New Age Movement.
Apa itu The New Age Movement? Keterangan di Wikipedia tertulis :
The New Age Movement is a non-religious Western spiritual movement that developed in the latter half of the 20th century. Its central precepts revolve around ‘drawing on both Eastern and Western spiritual and metaphysical traditions and then infusing them with influences from self-help and motivational psychology, holistic helath, parapsychology, conciousness research,, and quantum physics’.
(Gerakan New Age adalah gerakan spiritual non agama Barat yang berkembang pada paruh abad ke-20. Dasar utamanya berkisar di sekitar “menggambarkan” spiritualitas Timur dan Barat serta tradisi metafisik dan kemudian menanamkan pengaruh mereka kepada orang-orang melalui self-help dan psikologi motivasi, kesehatan holistik, parapsikologi, penelitian kesadaran, serta fisika kuantum).
The New Age Movement kemudian diterjemahkan – salah satunya – lewat filsafat perennialisme/trandensentalisme/primordialisme tradisionalisme. Sebagai suatu bentuk pengobatan alternatif penuh nuansa kebatinan bagi alienasi yang menimpa manusia modern, perennialisme menawarkan konsep “resakralisasi”, yakni menyambung dan menganyam kembali jalinan kehidupan manusia modern ini dengan sacra yang selama ini telah “dicaci-maki”, dan akhirnya “ditalak tiga” oleh modernisasi. Dalam proses “resakralisasi” ini mau tidak mau para tokoh perennialis hrus berhadapan dengan suatu fakta objektif dalam sejarah manusia, bahwa di sana terdapat berbagai macam paham/keyakinan agama yang tidak hanya berbeda-beda tapi malah saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain. (Dr. Anis Malik Thoha, Perennialisme : Kajian Kritis, Islamia, Kamis, 21 April 2011).
Sedang Prof. Al-Attas sebagai pengkritik terbesar gagasan transcendent unity of religions atau kesatuan agama-agama menyatakan dengan argumentasi yang cerdas dan tegas, bahwa penyatuan agama pada level esoteris adalah konsep yang keliru. Gagasan para tokoh transedentalis tentang titik temu agama-agama pada level esoteris adalah melampaui tingkatan pengalaman keagamaan masyarakat umum. Ringkasnya, titik temu metafisika agama-agama adalah teori yang meskipun terkesan ilmiah tapi keliru. Gagasan ini muncul dari hasil imajinasi dan spekulasi intelektual, bukan berdasarkan pada fakta.
Buku The Muhammad Effect yang ditulis oleh Bambang Trim ini mendedah sekaligus mengkritisi fenomena The New Age Movement yang kini tengah menjadi trend dengan maraknya buku-buku bernuansa The New Age Movement serta pelatihan bertajuk pengembangan diri ataupun motivasi. Umat Islam sering tanpa sadar mengikuti berbagai kegiatan yang mengandung nuansa The New Age Movement ini, tanpa mengetahui bahwa gerakan ini merupakan percampuran agama-agama.
Secara spesifik, Bambang Trim mengkritisi buku-buku bernuansa The New Age yang yang memberi pengaruh sangat kuat bagi jutaan manusia, yakni buku The Secret dan The Power karya Rhonda Byrne serta Law of Attraction karya Michael J. Losier. Ketiga buku ini menawarkan konsep kesuksesan yang berpusat pada maha daya manusia, minus Tuhan; dengan ungkapan populer, “Jika Anda berpikir bisa, Anda pun pasti bisa!”.
Dalam The Secret, sang penulis secara gegabah mengungkapkan bahwa pesan The Secret terpendam di dalam agama-agama besar dunia : Hinduisme, tradisi Hermetik (pertapaan), Buddhisme, Yudaisme, Kristen, dan Islam. Menyediakan koneksi The Secret secara lintas agama seperti ini, Byrne seakan sedang mewujudkan tagline sebuah produk teh botol : “Apapun agamanya, ajaran intinya adalah The Secret!”
Kemudian buku The Muhammad Effect mengungkapkan sebuah fakta menarik : gerakan New Age sangat dikenal di dunia Barat sebagai gerakan bukan agama. Oleh karena itu, rak-rak buku di toko buku di Barat tidak pernah menempatkan buku-buku bertema New Age di rak buku agama; sehingga menjadi sesuatu hal yang salah kaprah jika umat Islam malah menyeret konsep The Secret ke ranah spiritual Islam dengan mengadopsi pemikiran Byrne. Keberhasilan propaganda kaum New Age mencampuradukkan misalnya terlihat pada terpatrinya pemahaman bahwa yoga yang dipraktekkan dengan zikir atau bahwa gerakan-gerakan salat senapas dengan yoga.
Umat Islam sejatinya tidak membutuhkan konsep yang ditawarkan The Secret karena seluruh rahasia hidup, hukum tarik-menarik (law of attraction) ataupun dukungan semesta adalah kuasa Alloh SWT semata. Tulis Bambang Trim pada halaman 26 :
Manusia mencoba membuka kunci-kunci yang gaib tentang sukses, tetapi sebenarnya pada sisi Alloh-lah semua kunci yang gaib itu dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri
Manusia, khususnya kaum Muslimin diminta untuk berprasangka baik. Untuk itu, bulatkan tekad, sempurnakan ikhtiar, lalu hati harus menyerahkan segala keputusan dan kejadian terbaik kepada Alloh SWT. Prasangka baik berkorelasi kuat dengan keikhlasan yang melahirkan daya (kekuatan). Baik sangka dengan spirit ikhlas inilah yang akan mengundang keridhaan Alloh sehingga segala hal yang diimpikan dan didorong dengan doa insya Alloh terwujud. Tiada hal yang terwujud tanpa campur tangan Alloh SWT. Konsep luar biasa inilah yang jauh lebih baik dari konsep law of attraction yang berhasil membius umat Islam di atas ketidaksadaran, kemudian mencemari keyakinan mereka. Sangat disayangkan jika Tauhid sebagai konsep tertinggi dipertaruhkan demi sebuah target pencapaian yang hanya bersifat duniawi.
Dan jika ingin mencari figur atau prototipe yang dapat membimbing manusia menuju kesuksesan yang hakiki, dunia maupun akhirat, umat Islam tidak perlu mencari-carinya lewat para guru The Secret semacam Plato, William Shakespeare, Sir Isaac Newton, Hugo, Ludwig van Bethoven, Abraham Lincoln, Ralph Waldo Emerson, Thomas Alva Edison, dan Albert Einstein. Umat Islam memiliki prototipe manusia tersukses sepanjang sejarah, yakni Rasulullah Muhammad SAW.
Efek Muhammad SAW bukanlah rahasia bagi kaum Muslimin karena berhasil membangun sebuah peradaban yang gilang-gemilang dan efeknya masih bisa dirasakan hingga kini. Namun kaum muslimin rupanya mengalami ‘rabun dekat’ – meminjam istilah Dr. Muhammad Syafi’i Antonio – dimana kaum muslimin tidak mampu untuk melihat perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW secara lengkap dan holistik, baik dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan legal. Saat ini kebanyakan kaum muslimin melihat sosok Nabi Muhammad SAW hanya one-side yaitu mendudukkan Nabi Muhammad SAW hanya sebagai pemimpin keagamaan; sehingga di bab akhir buku ini, Bambang Trim menulis sebuah pembahasan yang paling menarik, yakni efek Muhammad SAW telah melahirkan kekuatan bernama Polymath.
Apa itu Polymath? Polymath adalah seseorang yang pengetahuannya tidak terbatas hanya pada satu bidang. Seorang Polymath juga dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki wawasan sangat luas. Polymath yang lahir akibat efek Muhammad SAW menguasai lebih dari tiga bidang keahlian. Selain Ibnu Sina yang sudah jamak kita mendengar namanya, kita juga harus mengenal Polymath yang lain seperti Ja’far Ash-Shadiq (702-765) : seorang astronom, alkemis, imam, sarjana Islam, teolog Islam, penulis, filsuf, dokter, ahli fisika, dan ilmuwan. Dia juga guru dari ahli kimia terkenal, Jabir bin Hayyan (Geber) dan Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Dan masih banyakPolymath lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Polymath terinspirasi dari sosok Muhammas SAW yang sangat mementingkan ilmu pengetahuan.
Bertitik tolak dari hal ini, maka efek Muhammad SAW membuktikan bahwasannya The Secret dan The Power hanyalah sebuah pseudosainstentang metode pengembangan diri manusia yang dangkal. Cermin sesungguhnya pengembangan diri itu ada pada uswatun hasanah, Nabi Muhammad SAW. []
Judul : The Muhammad Shollallohu Alaihi wa Sallam Effect :
Getaran yang Dirindukan Sekaligus yang Ditakuti
Penulis : Bambang Trim
Penerbit : Tinta Medina
Tahun Terbit : Mei 2011
Tebal : vi + 166 halaman
Peresensi : Kartika Pemilia Lestari
source:inpasonline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar