Seringkali dalam menuangkan kreasi atau idenya, seorang penulis (ekonom) dalam karya tulisan ilmiahnya menotasikan dengan istilah yang mudah dipahami dan menarik perhatian bagi pembacanya. Burger (Big Mac) seringkali dibuat sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan perkembangan ekonomi makro disuatu negara. Memang produk satu ini sudah mengglobal, kalau kita cari makanan ini hampir tersedia dipelosok penjuru dunia. Oleh karenanya para ekonom makro menggunakan kurs tukar untuk memperoleh big mac sebagai atribut yang menggambarkan tingkat kemakmuran suatu negara (Burgernomics).
Burgernomics adalah sebuah pengertian dalam menerjemahkan tentang kemampuan/daya beli, yang dinotasikan dengan perbandingan satu dollar untuk membeli barang tersebut diberbagai negara. Dalam jangka panjang,kurs tukar mata uang antara dua negara akan mencapai tingkat keseimbangan dari perbandingan dalam kelompok barang dan jasa yang sama identik dimasing-masing negara. Kelompok barang yang digunakan dalam notasi ini adalah Big Mac nya McDonald’s karena produk ini sudah diproduksi oleh 120 negara. Jadi produk satu ini memang relatif mudah ditemui dihampir semua negara dunia. Oleh karenanya untuk memperoleh gambaran tentang daya beli (kurs tukar) digunakan dengan menggunakan perolehan satuan Big Mac di Amerika dan dibandingkan dengan di belahan dunia lain.
Dalam kajian terakhir tentang Burgernomics (Purchasing power: An alternative Big Mac Index | The Economist) dalam UBS report (Prices and Earnings 2009) memberikan peringkat negara2 yang paling mahal di dunia dalam biaya hidup dan menterjemahkannya dalam besaran satuan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja disuatu negara untuk memperoleh satu potong Big Mac.
Dari grafik dibawah ini memperlihatkan betapa rendahnya daya beli masyarakat Jakarta (Indonesia) dimana untuk memperoleh satu potong Big Mac membutuhkan upah kerja selama 136 menit. Kemampuan daya beli ini memang sangat jauh perbedaannya dibandingan negara tetangga, misalnya degan Malaysia dan Singapura. Untuk pekerja Kuala Lumpur yang hanya membutuhkan 41 menit dan pekerja di Singapura hanya butuh 36 menit untuk dapat membeli sepotong Big Mac. Kalau melihat perbandingan digrafik tersebut tidak salah karena Indonesia masih dianggap negara yang kurang bergigi terutama dari sisi ekonomi. Sehingga seringkali kita dipandang sebelah mata dan dilecehkan oleh negara lain, termasuk negara tetangga.
source: pengelolaankeuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar