Sejarah Vulkanologi
Erupsi gunungapi di Indonesia mulai tercatat dalam sejarah yang diperkirakan ditemukan di Cina berupa tulisan mengenai erupsi Krakatau yang terjadi pada abad ke 3 Masehi. Pada abad 15 paling tidak sekitar 17 catatan sejarah ditemukan yang melaporkan aktivitas gunungapi Kelut sebagaimana juga Krakatau (Simkin et.al, 1994). Namun catatan-catatan tersebut itu secara ilmiah banyak diliputi ketidakpastian karena adanya keraguan baik dari sisi ketepatan lokasi (nama gunungapi) maupun waktu kejadian erupsi. Catatan tertulis pertama erupsi gunungapi di Indonesia dibuat oleh orang Eropa pada jaman pendudukan Portugis yaitu tentang erupsi Gunung Wetar dan Sangeang Api pada tahun 1512.
Serikat dagang Belanda (VOC) berkuasa di kepulauan Indonesia dari 1602 sampai 1780 yang dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda diselingi oleh Inggris pada abad 19 memberikan perhatian cukup besar terhadap masalah-masalah kegunungapian terbukti dengan cukup banyaknya dokumen, catatan dan jurnal-jurnal kegunungapian yang diterbitkan. Jepang masuk ke Indonesia pada era perang dunia II dan berkuasa relative singkat dari 1942 sampai 1945 masih sempat mendirikan badan yang bertugas mengawasi dan meyelidiki gunungapi.
Secara singkat sejarah lembaga yang mengurus masalah kegunungapian di Indonesia dapat kita uraikan sebagai berikut. Tahun 1920 pada tanggal 16 September pemerintah Hindia Belanda mendirikan badan khusus penyelidikan gunungapi yang merupakan awal era penelitian dan pemantauan gunungapi secara sistematis. Badan ini terbentuk tidak lama setelah erupsi dan terjadinya lahar Gunung Kelut di Jawa Timur tahun 1919 yang menimbulkan korban manusia lebih dari 5000 orang. Badan itu dalam bahasa Belanda disebut Vulkaan Bewakings Dients (Dinas Penjagaan Gunungapi) di bawah naungan Dients Van Het Mijnwezen. Pada tahun 1922 badan tersebut diresmikan menjadi Volcanologische Onderzoek (VO). Sejak tahun 1939 dunia international mengenal badan ini sebagai Volcanological Survey. Sepanjang tahun 1920-1941, Volcanologische Onderzoek ini telah membangun beberapa pos penjagaan gunungapi diantaranya yaitu Pos Gunung Krakatau di Pulau Panjang, Pos Gunung Tangkuban Parahu, Pos Gunung Papandayan, Pos Kawah Kamojang, Pos Gunung Merapi (Babadan, Krinjing, Plawangan dan Ngepos), Pos Gunung Kelut, Pos Gunung Semeru dan Pos Kawah Ijen. Pada saat pendudukan Jepang, kegiatan penjagaan gunungapi ditangani oleh Kazan Chosabu selama periode 1942-1945. Setelah Indonesia merdeka dibentuk Dinas Gunung Berapi (DGB) di bawah Jawatan Pertambangan, kemudian 1966 dirubah menjadi Urusan Vulkanologi di bawah Direktorat Geologi dan selanjutnya pada tahun 1976 berubah lagi menjadi Sub Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 734 Tahun 1978 terbentuklah Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi. Perkembangan organisasi Departemen Pertambangan dan Energi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1092 Tahun 1984 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 terbentuk Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
Sejak tahun 2001 sampai 2005, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1915 Tahun 2001, urusan gunungapi, gerakan tanah, gempabumi, Tsunami, erosi dan sedimentasi ditangani oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, lalu setelah bergabung dengan Badan Geologi, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi berubah nama institusinya menjadi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Dasar hukum pembentukan Badan Geologi dan unit-unit di bawahnya adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Serikat dagang Belanda (VOC) berkuasa di kepulauan Indonesia dari 1602 sampai 1780 yang dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda diselingi oleh Inggris pada abad 19 memberikan perhatian cukup besar terhadap masalah-masalah kegunungapian terbukti dengan cukup banyaknya dokumen, catatan dan jurnal-jurnal kegunungapian yang diterbitkan. Jepang masuk ke Indonesia pada era perang dunia II dan berkuasa relative singkat dari 1942 sampai 1945 masih sempat mendirikan badan yang bertugas mengawasi dan meyelidiki gunungapi.
Secara singkat sejarah lembaga yang mengurus masalah kegunungapian di Indonesia dapat kita uraikan sebagai berikut. Tahun 1920 pada tanggal 16 September pemerintah Hindia Belanda mendirikan badan khusus penyelidikan gunungapi yang merupakan awal era penelitian dan pemantauan gunungapi secara sistematis. Badan ini terbentuk tidak lama setelah erupsi dan terjadinya lahar Gunung Kelut di Jawa Timur tahun 1919 yang menimbulkan korban manusia lebih dari 5000 orang. Badan itu dalam bahasa Belanda disebut Vulkaan Bewakings Dients (Dinas Penjagaan Gunungapi) di bawah naungan Dients Van Het Mijnwezen. Pada tahun 1922 badan tersebut diresmikan menjadi Volcanologische Onderzoek (VO). Sejak tahun 1939 dunia international mengenal badan ini sebagai Volcanological Survey. Sepanjang tahun 1920-1941, Volcanologische Onderzoek ini telah membangun beberapa pos penjagaan gunungapi diantaranya yaitu Pos Gunung Krakatau di Pulau Panjang, Pos Gunung Tangkuban Parahu, Pos Gunung Papandayan, Pos Kawah Kamojang, Pos Gunung Merapi (Babadan, Krinjing, Plawangan dan Ngepos), Pos Gunung Kelut, Pos Gunung Semeru dan Pos Kawah Ijen. Pada saat pendudukan Jepang, kegiatan penjagaan gunungapi ditangani oleh Kazan Chosabu selama periode 1942-1945. Setelah Indonesia merdeka dibentuk Dinas Gunung Berapi (DGB) di bawah Jawatan Pertambangan, kemudian 1966 dirubah menjadi Urusan Vulkanologi di bawah Direktorat Geologi dan selanjutnya pada tahun 1976 berubah lagi menjadi Sub Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 734 Tahun 1978 terbentuklah Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi. Perkembangan organisasi Departemen Pertambangan dan Energi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1092 Tahun 1984 dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1748 Tahun 1992 terbentuk Direktorat Vulkanologi di bawah Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral.
Sejak tahun 2001 sampai 2005, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 1915 Tahun 2001, urusan gunungapi, gerakan tanah, gempabumi, Tsunami, erosi dan sedimentasi ditangani oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, lalu setelah bergabung dengan Badan Geologi, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi berubah nama institusinya menjadi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Dasar hukum pembentukan Badan Geologi dan unit-unit di bawahnya adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0030 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Infografis sejarah institusi pemantauan gununungapi di Indonesia sejak jaman pendudukan Belanda, penjajahan Jepang dan masa setelah kemerdekaan Indonesia
Pemantauan Merapi
Sejarah pemantauan Merapi tentu saja tidak lepas dari sejarah pemantauan kegunungapian Indonesia seperti yang telah disebutkan di atas. Namun demikian Merapi unik karena merupakan satu-satunya gunungapi Indonesia yang mempunyai 6 pos pengamatan dengan lima diantaranya masih berfungsi aktif. Aktivitas Merapi yang tinggi dengan selang erupsi yang pendek hanya beberapa tahun saja menarik minat penelitian sejak jaman penjajahan sampai saat ini.
Hanya beberapa saat setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk di Yogyakarta dibangun sebuah kantor Urusan Gunungapi yang selanjutnya disebut sebagai Pos Penjagaan Merapi. Pada 8 Agustus 1973, PPM berubah nama menjadi Cabang Sub Direktorat Vulkanologi. Namun hanya bertahan 2 tahun namanya dirubah lagi menjadi Dinas Vulkanologi Cabang Yogyakarta. Tahun 1978 menjadi Seksi Geokimia Gunungapi sebagai bagian dari Direktrorat Vulkanologi. Memasuki tahun 1984 dengan pertimbangan pentingnya penanganan Merapi secara lebih dalam maka dibentuk Seksi Penyelidikan Gunung Merapi (PGM) dengan tugas dan fungsi utama pemantauan aktivitas vulkanik Merapi. BPPTK dibentuk pada 28 Oktober 1997 dengan demikian fungsi kantor ini diperluas dengan mitigasi bencana geologi lainnya.
Secara garis besar ada tiga tugas yang diemban BPPTK yaitu melaksanakan mitigasi Gunung Merapi, pengembangan metoda dan analisis, teknologi dan instrumentasi serta pengelolaan sarana dan prasarana laboratorium kegunungapian dan mitigasi bencana geologi di samping tugas umum ketata-usahaan yang mencakup administrasi, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan untuk mendukung pelaksanaan tugas fungsi tersebut.
source: merapi.bgl.esdm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar