DI KETINGGIAN lantai 30 The Capital Residence Tower 3 di kawasan segitiga emas Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan, operasi penangkapan itu dimatangkan. Rabu siang dua pekan lalu itu, delapan penyidik berpakaian preman dari Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI segera berbagi tugas. Dua berjaga di depan lift, dua lagi berjaga di lantai dasar. Adapun sisanya mendatangi sasaran: flat B5 di lantai yang sama.
Begitu pintu flat itu diketuk, keluar seorang perempuan berambut panjang. Mengenakan tank top yang ditutupi jaket hitam, perempuan tersebut langsung dikenali penyidik. Itulah buruan mereka: Inong Malinda. Penyidik segera mengeluarkan surat perintah penangkapan. Siang itu juga Senior Relationship Manager Citibank yang baru diberhentikan sebulan lalu ini dibawa ke Markas Besar Polri. Di belakangnya, mengekor mobil Hummer putih yang ditunggangi suaminya, Andhika Gu milang. Saat penangkapan, bintang iklan produk rokok itu memang juga tengah berada di apartemen.
Diperiksa nonstop 24 jam, perempuan yang lebih dikenal dengan nama "Malinda Dee" itu langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Ia dituduh mencuri dan menggelapkan dana nasabah Citigold Citibank-nasabah yang memiliki simpanan di atas Rp 500 juta-sebesar Rp 20 miliar yang ditampung di 12 rekening bank lain.
Aksi Malinda ini banyak dilakukan saat ia menjadi relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. Modusnya: mengaburkan dan melakukan pencatatan palsu bukti transaksi nasabah. Ia dijerat dengan pasal pencucian uang. "Ia langsung kami tahan di tahanan khusus wanita Bareskrim," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi, Kamis pekan lalu, kepada Tempo.
Sejumlah mobil mewah Malinda yang diduga dibeli dari duit nasabahnya itu sudah disita. Di antaranya dua Ferrari, satu Mercedes-Benz E-350, dan Hummer H3 Sport. Polisi tengah menelisik aset lain Malinda yang diduga diperoleh dari hasil kejahatannya. Itu antara lain sejumlah properti dan tanahnya yang berserak di dalam dan luar negeri. Menurut Ito, kemungkinan besar aset Malinda berada di Inggris dan Australia. Di Sydney, misalnya, Malinda memiliki apartemen yang kini ditempati anak sulungnya yang tengah kuliah di sana.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga akan menelusuri ke mana saja aliran dana dari sejumlah rekening yang dipakai Malinda untuk menggasak duit nasabahnya. Polisi menemukan ada 12 rekening penampung di bank lain atas nama Malinda, perusahaannya, dan dua anaknya. Menurut Kepala Pusat Pelaporan, Yunus Husein, rekening itu besar kemungkinan dipakai Malinda untuk menghilangkan jejak kejahatannya. "Itu memang modus menyembunyikan duit hasil penggelapan," kata Yunus.
Tak hanya menelusuri aset, polisi menelusuri keterlibatan pihak lain yang membantu Malinda. Penyidik sempat menjadikan teller Citibank, Dwi, sebagai tersangka. Sempat ditahan dua hari, pekan lalu Dwi dibebaskan karena dianggap hanya diperalat Malinda. Polisi juga menilai Andhika, 22 tahun, tidak tahu apa-apa soal kejahatan istrinya. Sampai akhir pekan lalu, sudah 16 saksi diperiksa. Di antaranya tiga nasabah yang duitnya amblas dan tiga pegawai perusahaan Malinda. Saksi lainnya pegawai Citibank. "Rasanya tidak mungkin dia sendiri," kata Ito.
Tempo beberapa kali mencoba mendatangi Malinda di ruang tahanannya. Tapi petugas menyatakan Malinda tidak bisa dijenguk karena sedang dalam pemeriksaan. Di ruang tahanan Badan Reserse Kriminal, Malinda mendiami sebuah sel berukuran sekitar 3 x 4 meter. Sebuah kasur tipis terbentang di dalam sel tanpa penyejuk udara itu. Di sel ini, Malinda sempat "ditemani" Dwi sebelum polisi memulangkan teller itu. "Ia kini kuyu, tak secantik saat masuk," kata seorang petugas tentang perempuan bertubuh bohai itu.
TERBONGKARNYA kejahatan Malinda berawal dari laporan seorang nasabah ke pimpinan Citibank, pertengahan Januari lalu. Nasabah itu, ujar sumber Tempo, seorang perwira tinggi polisi. Kepada petinggi Citibank, nasabah itu mencak-mencak lantaran simpanan Citigold-nya telah dijebol. Jumlahnya miliaran rupiah. Setelah ditelusuri, perwira polisi ini rupanya nasabah Malinda saat menjadi relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. "Manajemen langsung melakukan investigasi," kata sumber itu.
Dari hasil pemeriksaan, selama 22 tahun Malinda bekerja di Citibank, ada 500-an nasabah Citigold yang ditanganinya. Sebelum akhirnya ditarik ke kantor pusat setahun terakhir, sebagian besar karier ibu tiga anak ini dihabiskan di kantor Landmark. Sumber Tempo menuturkan, manajemen Citibank menghubungi beberapa nasabah untuk memastikan kejadian yang dialami perwira polisi itu tidak menimpa yang lain. Setelah investigasi sebulan, ternyata ada ratusan nasabah yang mengklaim dananya hilang tak jelas. Jumlah totalnya mencapai Rp 90 miliar. Februari lalu, Malinda langsung dipecat.
Dari penelusuran tim investigasi internal, menurut seorang karyawan Citibank, modus yang digunakan Malinda beragam. Karena nasabahnya kelas premium, pelayanan untuk kalangan ini pun dibuat serba mudah. Mereka tak perlu menginjakkan kaki ke bank. Relationship manager akan menelepon atau mendatangi mereka.
Nasabah yang telanjur percaya biasanya lantas ambil gampang. Semua blangko transaksi sudah diteken jauh-jauh hari sebelumnya. Saat akan me lakukan transaksi, nasabah cukup menelepon relationship manager-nya. Nah, Malinda salah satunya. "Tanda tangannya juga kerap di atas punggung Malinda," ujar karyawan itu.
Malinda menggasak duit nasabahnya bermodal blangko kosong yang sudah diteken itu. Sumber Tempo yang dekat dengan Malinda bertutur, Malinda biasanya memang tak sungkan merayu nasabahnya. "Dia memang pandai merayu," katanya. Dengan penampilannya yang menawan, tampak nya banyak klien Malinda yang "ber tekuk lutut" terbuai rayuan Malinda.
Dengan blangko kosong itulah, kata sumber ini, Malinda membujuk nasabahnya menanamkan dana ke produk investasi. Yang ditawarkan biasanya asuransi. Produk asuransi dipilih karena ia memiliki perusahaan asuransi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Malinda juga menjadi agen "terselubung" perusahaan asuransi ternama. Perusahaan ini tak lain perusahaan reasuransi yang menjamin klaim asuransi di perusahaannya.
Setelah nasabah setuju, Malinda menulis jumlah dana yang hendak diinvestasikan. Dari sini, aksi tipu-tipu dimulai. Duit tak diinvestasikan Malinda. Melalui teller Dwi, duit itu disetor atau dipindahbukukan ke 12 rekeningnya. Untuk laporan ke nasabah, ia menciptakan laporan fiktif. Blangko asuransi yang digunakan kerap memakai klaim asuransi perusahaannya atau perusahaan reasuransi tempat ia, diam-diam, menjadi agen. Modus yang juga kerap ia pakai adalah menggunting dalam lipatan. Malinda menyetor atau memindahbukukan isi rekening nasabah tanpa setahu mereka. "Biasanya penarikan dalam jumlah kecil, tapi terus-menerus," kata sumber Tempo itu.
Awal Maret lalu, investigasi internal Citibank rampung. Bagian Kepatuhan dan Pengawasan Citibank melaporkan penyimpangan ini ke Direktorat Pengawasan Bank Indonesia. Sepekan kemudian, Citibank melaporkan kasus itu ke polisi. Namun hanya tiga nasabah yang dilaporkan mengalami kerugian. "Karena cuma tiga itu yang bersedia," ujar seorang penyidik.
Polisi pun bergerak. Sebanyak 13 saksi, sebagian besar dari Citibank, langsung diperiksa. Dari sini polisi mengantongi barang bukti berupa blangko kosong yang sudah diteken nasabah Malinda. Kendati nasabah yang melapor tiga orang, kepada Tempo, Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam yakin korban Malinda masih banyak. Sumber Tempo lain menyebutkan korban Malinda juga meliputi sejumlah petinggi Polri. Saat ditanya soal ini, Anton menggelengkan kepala. "Saya belum tahu," katanya.
Menurut Country Corporate Affairs Head Citibank Indonesia Ditta Amahorseya, Citibank menjamin mengganti seluruh dana nasabah yang hilang akibat transaksi tidak sah yang dilakukan nasabahnya. Ditta menegaskan, kasus seperti Malinda hanya terjadi di satu cabang, yaitu cabang Landmark. Dengan alasan kasusnya tengah disidik kepolisian, Ditta enggan menjawab soal modus yang digunakan Malinda.
Tim Relawan Kemanusiaan punya pengalaman berhubungan dengan Malinda. Resmi dibubarkan pada 2008, selama enam tahun, sejak 1999, lembaga nirlaba itu menjadi nasabah Malinda.
Menurut bekas anggota staf advokasi Tim, Rinto Trihasworo, pada November 2005, saat pihaknya akan mencairkan dana di simpanan Citigold untuk mendanai sejumlah program mereka, dana rekening mereka ternyata nyaris ludes. Dari pengecekan ke bank, nilainya tinggal Rp 1,6 juta. Padahal, menurut Rinto, sebelumnya lembaganya masih punya Rp 600 juta di rekening itu. Setelah mengecek, Tim semakin kaget, karena deposito Rp 1 miliar di Citibank juga sudah cair. "Saya lalu bertanya ke Malinda, yang saat itu jadi fund manager kami," kata Rinto kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Menurut Rinto, Malinda saat itu malah balik menuduh ada anggota Tim yang menggelapkan dana tersebut. Setelah diusut, bendahara Tim, Errin Ismayanti, dianggap yang bertanggung jawab atas hilangnya isi rekening dan deposito itu. Tim lalu memperkarakan bendaharanya ke polisi.
Di rekening Tim, nama Errin dan Sekretaris Umum Tim, Haddy Prasetyo, memang tercatat sebagai pemilik. Dua orang inilah yang berhak mencairkan isi rekening. Nah, di deposito, selain Errin, ada empat anggota Tim yang namanya terdaftar sebagai pemilik deposito. Jika kurang satu orang, deposito tidak cair. "Cuma Errin yang menandatangani blangko pencairan. Yang lain tidak pernah" ujar Rinto.
Taat Ujianto, bekas anggota Tim Relawan lainnya, menyatakan saat itu Tim sama sekali tidak berpikir Malinda ikut bermain. Menurut Taat, setelah kejadian penangkapan Malinda ini, pihaknya yakin bekas fund manager mereka itu berkomplot dengan bendahara Tim. "Kalau tanpa bantuan orang dalam, mustahil deposito itu cair," kata Taat. Taat meminta polisi juga mengusut keterlibatan Malinda atas lenyapnya duit Tim Relawan lima tahun silam itu.
Tapi, menurut polisi, Tim Relawan tidak termasuk golongan korban Malinda, karena aksi Malinda baru dilakukan tiga tahun terakhir. Namun seorang sumber di Direktorat Pengawasan Bank Indonesia kepada Tempo menyatakan aksi Malinda ini bukan hanya tiga tahun belakangan, tapi sudah dilakukan jauh sebelumnya. Dia menduga Malinda berani seperti itu karena tahu dana beberapa nasabahnya itu didapat dari cara-cara tak halal. Bahkan ada nasabah yang membuat rekening atas nama Malinda.
Juru bicara Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, mengatakan sistem bank secara umum sudah dibuat dengan sistem perlindungan nasabah yang ketat. Dalam kasus Citibank, kata Difi, Malinda adalah "oknum".
Adapun Malinda sendiri tampaknya tak mengira aksinya ini bakal terbongkar. Seorang penyidik bercerita, awalnya Malinda keukeuh membantah melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan kepadanya itu. Belakangan, setelah terus diinterogasi, ia akhirnya menyerah. Anton Bachrul Alam juga mengakui soal itu. "Belakangan akhirnya dia mengaku juga," kata Anton.
source: Anton Aprianto, Budi Setyarso, Cornila Desyana, Sandy Indapratama/tempointeraktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar