Sebenarnya dari sisi wajah, bodi, dan suara, sulit rasanya menyebut Anastasya Octaviany alias Icha sebagai perempuan. Tapi, mengapa Muhammad Umar baru sadar bahwa Icha itu adalah pria setelah dinikahi selama enam bulan? Apa motif Icha menyamar sebagai perempuan.
DI dalam ruang tahanan Polsek Jatiasih, Kota Bekasi, Rahmat Sulistiyo sibuk menutupi wajahnya dengan topi dari bidikan kamera para wartawan yang ingin memotretnya. Dia juga berkali-kali menghindar saat moncong kamera wartawan mengarah ke wajahnya.
Memang, Rahmat merupakan salah seorang "buruan" wartawan lantaran ulahnya yang terbilang langka itu. Yakni, selama lebih dari enam bulan dia berpura-pura menjadi perempuan bernama Anastasya Octaviany alias Icha dan menjadi istri Muhammad Umar, 32.
Lambat laun penyamarannya terbongkar. Icha pun langsung dilaporkan suaminya ke polisi dengan pasal penipuan. Kini dia resmi menjadi tersangka sekaligus tahanan di Polsek Jatiasih."?Saya ini normal, panggil saja Tiyok," kata Icha yang sempat berbincang dengan Jawa Pos dari balik ruang tahanan kemarin (3/4).
Sebenarnya, dari gerak-geriknya saja sudah terlihat jelas bahwa Icha bukanlah perempuan, namun laki-laki tulen. Dia juga bukan pria kemayu. Suaranya jelas-jelas seorang laki-laki. Tubuhnya gagah dan tergolong atletis. Jalannya tegap. Di kaki dan tangannya tumbuh bulu yang lumayan lebat.
"Mas, jenggotnya telat cukuran tuh," celetuk Jawa Pos yang mencoba bercanda dengan Tiyok. "Hahaha..." pria 20 tahun itu tertawa sambil memegang dagunya yang mulai ditumbuhi beberapa rambut.
Namun, saat disinggung soal pernikahannya dengan Umar, dia langsung mendadak terdiam. Pelan-pelan dia mulai membuka mulut. Tiyok mengaku, itu semua berawal dari keisengannya. Dia pun sama sekali tidak menyangka keisengan tersebut akan berujung di penjara.
Tiyok lalu menceritakan asal-muasal akun di Facebook-nya. Menurut dia, pembuatan akun Facebook tersebut bermula saat dirinya baru putus dari pacarnya pada pertengahan tahun lalu. "Pacar saya perempuan," ungkapnya.
Nah, untuk menghilangkan rasa sakit hati lantaran diputus sang kekasih, Tiyok pun membuat akun Facebook dengan identitas perempuan bernama Anastasya Octaviany, lengkap dengan foto yang berdandan ala perempuan.
Foto Icha alias Tiyok itu sempat dilihat Umar. Dia pun tertarik. Selanjutnya, warga Kampung Bojongsari, RT 1/2, Kelurahan Jatiasri, Kecamatan Jatasih, tersebut langsung berupaya mendekati Tiyok. Perkenalan mereka terjadi sebelum Idul Fitri 2010.
Nah, beberapa hari setelah Lebaran, mereka melangsungkan pernikahan.
Sejak berkenalan dan menjalin hubungan dengan Umar, Tiyok akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah. "Saya pamit ke orang tua kerja di Tangerang," kata Tiyok yang beralamat asli di RT 12 RW 2 Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, itu.
Apakah ada perasaan cinta? "Dari awal saya nggak pernah cinta sama Umar, cuma kasihan saja. Dia saya anggap abang," jawabnya.
Awalnya Tiyok tidak berniat melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Namun, karena merasa nyaman dengan Umar lantaran calon suaminya itu adalah orang yang penyabar dan penyayang, dia pun nekat melangsungkan pernikahan.
Bahkan, Tiyok berpikiran, ada hikmah positif dari pernikahan tersebut. Yakni, dia semakin rajin melaksanakan ibadah salat dan mengaji. Sebab, sang suamilah yang membimbingnya untuk rajin melaksakan ibadah.
Perlahan muncul perasaan bersalah dan berdosa karena telah membohongi Umar. Beberapa kali timbul keinginan untuk mengaku dan mengakhiri drama kebohongan dalam rumah tangganya. "Tapi, saya bingung. Sebenarnya, ada keinginan untuk berontak. Tapi, bagaimana caranya" Kalau ngaku, saya bisa digebukin warga," ujarnya.
Saat disinggung tentang kehidupan rumah tangganya atau ditanya soal orientasi seksualnya, Tiyok pun langsung mengelak. "Saya nggak mau kalau diwawancarai soal itu," tepis dia.
Tapi, beberapa wartawan terus mendesaknya. "Saya ini suka cewek. Buktinya, saya nggak kuat lihat hidung mbak yang mancung itu," ujarnya sambil menunjuk ke arah reporter perempuan yang ikut mewawancarainya. Kapolsek Jatiasih AKP Darmawan Karosekali dan beberapa wartawan yang mengikuti wawancara tersebut langsung ngakak.
Jika Icah alias Tiyok terkesan santai menghadapi kasusnya, tidak demikian Umar. Ketika kemarin diwawancarai Jawa Pos, dia terlihat masih terpukul atas peristiwa yang dialami. Saat ditemui di rumahnya di Kampung Bojongsari, Umar masih terlihat lesu.
Sambil mengisap sebatang rokok, dia duduk bersandar di kursi depan teras rumahnya. "Kalau banyak tamu, saya mumet lagi. Tapi, kalau sendirian, saya pelan-pelan bisa melupakannya," cerita dia.
Umar mengungkapkan, saat berpacaran dengan Icha, dirinya sama sekali tak curiga pacarnya itu seorang lelaki. Dia mengatakan, pacarnya adalah orang yang pintar merayu dan baik hati. "Awalnya Icha yang telepon saya karena salah sambung," ucapnya.
Perkenalan itu berlanjut dan keduanya saling bertukar alamat Facebook. Setelah melihat foto di Facebook, timbul perasaan suka pada diri Umar. Keduanya semakin intensif menjalin hubungan dan berpacaran.?
Bukankah dari sisi wajah, bodi, dan suaranya, sudah kentara sekali Icha adalah lelaki" "Ya, namanya sudah telanjur cinta," ungkapnya. Umar mengaku tidak memerkarakan penampilan Icha yang sekitar 10 sentimeter lebih tinggi daripada dirinya dan gerak-geriknya seperti lelaki. Selain itu, Umar kepincut gara-gara Icha mengaku sebagai seorang pramugari.
Memang, beberapa jurus digunakan Icha untuk meyakinkan Umar bahwa dirinya adalah perempuan. Misalnya, kata Umar, Icha pernah mengajaknya pergi ke sebuah rumah di Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang diakuinya sebagai rumah orang tuanya. Namun, saat itu Umar tidak bertemu siapa pun. "Alasanya, orang tuanya lagi pergi," terang Umar.
Bukan hanya itu, Icha juga pernah memperkenalkan Umar dengan ibu kandungnya yang belakangan diketahui ternyata ibu abal-abal. "Waktu itu saya sama sekali nggak kepikiran," ujar dia.
Menurut Umar, Icha merupakan orang yang luar biasa. "Dia sangat tenang," katanya. Sebab, saat prosesi pernikahan yang dihelat di rumah Umar, Icha sama sekali tidak gugup. "Bayangkan, waktu itu ada 200 undangan, dia sangat tenang," terang karyawan di pabrik fiberglass itu.
Bagaimana saat dirias, apakah tidak terlihat kelaki-lakian Icha" "Yang tahu kan cuma tukang rias. Saya nggak tahu," ucapanya.
Nah, ternyata saat penikahan itu, tamu dari pihak Icha yang datang hanya sekitar empat orang. Sisanya adalah keluarga dan tamu pihak Umar. Seluruh biaya pernikahan yang ditaksir menghabiskan dana sekitar Rp 15 juta pun ditanggung Umar.
Yang menarik, pada hari pernikahan mereka, datang sebuah karangan bunga bertulisan: Selamat Berbahagia dari Susilo Bambang Yudhoyono, PT Sriwijaya Airlines. "Itu pasti akal-akalan dia," ujarnya sambil menunjukkan foto karangan bunga tersebut.
Kecurigaan Umar sebenarnya sudah muncul beberapa bulan setelah menikah. Sebab, sang istri sama sekali tidak pernah melepas jilbab dan bajunya meski hanya berdua dengan dia. Bahkan, saat tidur istrinya juga mengenakan pakaian lengkap.
Begitu pula saat berhubungan intim. Icha lebih banyak menolak dengan alasan sakit perut, haid, dan lain sebagainya. Jika terpaksa, Icha selalu meminta berhubungan intim dari "belakang". "Tapi, saya nggak pernah marah. Saya akan bongkar, tapi pelan-pelan," kata dia.
Umar memang tergolong pria yang kalem. Bahkan, menurut beberapa tetangga Umar, Icha kerap bertindak kasar dan pernah mengancam Umar.
Meski merasa sakit hati, Umar tetap menganggap istrinya adalah orang baik. Sebab, setiap minggu Icha mengikuti pengajian bersama ibu-ibu di Kampung Bojong. Selain itu, Icha tidak pernah menuntut harta atau uang Umar secara berlebihan.
"Hingga sekarang, saya juga bingung apa alasan dia mau nikah sama saya," kata Umar. "Yang jelas, dulu Icha pernah meminta dua anak setelah menikah," katanya, lalu tersenyum.
Di bagian lain, Jawa Pos kemarin mendatangi rumah Icha di RT 12 RW 2, Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Saat tiba di sana kemarin (3/4), rumah itu terlihat kosong. Parijo dan Wagirah, orang tua Tiyok, tidak tampak di rumah sederhana tersebut. Begitu pula dua adik Rahmat.
Menurut keterangan warga sekitar, Parijo dan Wagirah saat ini benar-benar terpukul akibat polah anak sulung mereka. Menurut Endang, tetangga sebelah rumah Parijo, sehari-hari Rahmat akrab disapa Tyo. Pagi hari kemarin, dua orang tua Tyo terlihat berada di rumah. "Semuanya lengkap," kata dia.
Keterangan tersebut tidak salah. Sebab, saat melihat kondisi rumah keluarga Parijo, terdapat tanda-tanda aktivitas. Di antaranya, keluarga Tyo sudah memajang jajanan berupa makanan ringan dan krupuk kaleng di bagian belakang rumahnya.
Sehari-hari Wagirah nyambi berjualan makanan ringan dan aneka jajanan lainnya. Di bagian depan rumahnya, gerbang tidak tertutup. Namun, pintu terkunci rapat.
Beberapa tentangga mengataakn, keluarga Tyo kabur setelah mendapat informasi bahwa rumahnya akan diserbu wartawan. Untuk berjaga-jaga, Parijo menugaskan Rahman, anak bungsunya, berjaga-jaga di mulut gang. Jika melihat ada wartawan, dia harus cepat lapor. Mereka sekeluarga lalu kabur.
Endang menjelaskan, Tyo adalah sosok anak yang normal. Selama ini, sekilas dia tidak melihat kecurigaan pada dirinya. Tyo pernah menuntut ilmu akademi keperawatan di salah satu perguruan tinggi swasta. "Tetapi, cuma dua semester. Setelah itu, dia pamit bekerja," kata Endang.
Cerita lain muncul dari Suwondo. Tetangga satu RT tersebut mengetahui kabar kejanggalan Tyo pada Sabtu siang. "Saya tahu saat ada di kantor," tuturnya.
Suwondo menjelaskan, Tyo lahir dari keluarga terpandang. Keluarga Tyo bukan keluarga golongan bawah atau miskin. "Kalau di sini, masuk menengah ke atas," katanya. Maklum, Parijo diketahui bekerja sebagai kepala cabang sebuah koperasi simpan pinjam. Selain dikenal berduit, di mata warga Parijo dikenal sebagai tokoh masyarakat yang dermawan.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Suwondo, kemungkinan motivasi kesulitan ekonomi sebagai dasar Tyo menikah dengan laki-laki sangat kecil. "Meskipun rumahnya sederhana, keluarga Pak Parijo bukan keluarga miskin," ujar pria pendatang asal Jawa Tengah itu.
Suwondo juga menuturkan, selain terpandang dari segi ekonomi, keluarga Parijo dikenal sebagai keluarga religius. Bahkan, Tyo pernah dimasukkan pesantren di daerah Bogor. Tetapi, lagi-lagi Tyo tidak betah dan memilih pulang. Tentang sosok Tyo, Suwondo mengatakan normal-normal saja.
Namun, salah seorang tetangga Tyo menjelaskan bahwa gerak-geriknya sedikit genit. "Dia sering manggil nama saya dengan genit," ujar salah seorang warga setempat. Perempuan yang tidak mau disebut namanya itu menjelaskan, kegenitan Tyo melebihi dirinya. Para tentangga, lanjut dia, saat ini masih prihatin dengan keluarga Parijo. Untuk itu, para tetangga berusaha menutupi beberapa kelakuan Tyo.
Sementara itu, Ketua RT 12 RW 2 Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Suhadi mengungkapkan, Tyo pernah meminta surat keterangan untuk pembuatan SKCK (surat keterangan catatan kebaikan). Menurut pria 59 tahun itu, Tyo mengajukan permohonan surat keterangan tersebut sekitar November tahun lalu. "Tyo membutuhkan SKCK, katanya untuk bekerja," tutur Suhadi.
Dalam pengajuan surat permohonan tersebut, Tyo tidak memalsukan jati dirinya. Dalam draf isian, Tyo menulis bahwa jenis kelaminnya laki-laki. Setelah meminta surat keterangan itu, Suhadi sudah tidak pernah lagi melihat Tyo. Tyo pamit bekerja dan indekos.
Suhadi menambahkan, selama ini Tyo masih tercatat sebagai warganya. Sebab, Tyo belum meminta surat permohonan pindah alamat. Terkait dengan pernikahan Tyo, kata Suhadi, pemuda yang biasa menyapa dirinya dengan sebutan Pakde itu tidak pernah mengajukan surat pindah nikah.
Padahal, selama ini warga yang menikah di luar tempat tinggalnya selalu meminta surat pindah nikah. Surat tersebut diteken mulai tingkat RT, RW, kelurahan, hingga modin setempat. "Selama ini tidak pernah ada keterangan meminta surat nikah," jelas Suhadi.
Ke depan, setelah Tyo menjalani masa hukuman, Suhadi mengatakan bahwa warga tetap menerima kehadirannya karena Tyo tidak melakukan kejahatan di lingkungannya. "Sekarang kami serahkan ke kepolisian," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar